A. Pengertian Istilah-Istilah
1. Filariasis
Filariasis merupakan
penyakit yang merusak limfe yang disebabkan oleh cacing filariasis yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening yang menyebabkan pembengkakan pada
tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum. (Amelia, 2014).
2. Surveilance
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2014 surveilans kesehatan
adalah kegiatan pengamatan, pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi
yang sistematis dan terus menerus tentang masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi peningkatan dan penularan penyakit untuk memperoleh informasi guna
mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
3. Mikrofilaria
Mikrofilaria
adalah larva yang menyerang penyakit filariasis yang hidup di dalam aliran
darah dan saluran limfe (Lobo, dkk. 2014).
4. Penyakit
menular
Penyakit menular adalah penyakit
yang dapat ditularkan melalui berbagai media (Widoyono, 2011).
5. Angka
Insidensi
Menurut Trihono dan Gitawati (2009) angka
insidensi adalah jumlah penderita baru suatu penyakit dibandingkan dengan
jumlah penduduk di daerah tersebut. Rumus dari angka insidensi adalah
6. Angka
Prevalensi
Menurut Trihono dan Gitawati (2009)
prevalensi adalah jumlah dari kasus atau kejadian pada populasi tertentu pada
suatu titik tertentu. Rumus dari angka prevalensi adalah
7. Mikrofilaria
rate
Mikrofilaria rate adalah perbandingan
antara angka populasi yang darahnya positif terkena filariasis dan total
populasi yang di uji (Landi, dkk. 2011).
8. Pemeriksaan
Darah Tepi
Pemeriksaan darah tepi merupakan pengambilan
darah dari ujung jari tangan seseorang yang diletakkan pada kaca benda (slide) dan digunakan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya mikrofilaria (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 84 Tahun 2014).
9. Filariasis
Kronis
Filariasis Kronis adalah kondisi dimana
penyakit ini sudah menyebabkan gejala yang biasanya berupa limfedema, lymph scrotum, kiluri, dan hidrokel (Anindita dan Mutiara, 2016).
10. Sehat
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, orang bisa dikatakan sehat apabila,
mereka sehat baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
orang tersebut hidup produktif secara ekonomi dan sosial.
11. Gejala klinis
Gejala klinis adalah gejala atau keluhan yang dirasakan oleh penderita
suatu penyakit dan biasanya dapat dinilai secara objektif (Anindita dan Mutiara, 2016).
12. Endemis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(dalam Yahya dan Santoso, 2013) endemis merupakan penetapan suatu penyakit di
suatu daerah dimana hanya kalangan orang-orang tertentu saja yang terkena
penyakit tersebut.
13. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1991, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau peningkatan
suatu penyakit di suatu daerah dalam kurum waktu tertentu dan menjurus pada
terjadinya wabah.
14. Epidemi
atau Wabah
Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun
1984, wabah merupakan suatu kejadian berjangkitnya suatu penyakit yang jumlah
penderitanya melebihi dari keadaan yang biasa ada dalam waktu dan daerah
tertentu yang mengakibatkan malapetaka.
15. Pandemi
Pandemi merupakan suatu wabah yang
wilayahnya sangat luas yaitu dari suatu benua ke benua lainnya atau negara satu
dan negara lainnya (Sedyaningsih dan Setiawaty, 2009).
16. Holoendemi
Holoendemi adalah penyakit yang umumnya
ada dalam populasi besar yang gejalanya ada dari saat anak-anak, dan insidensnya
berkurang pada usia dewasa (Niass, dkk., 2017)
B. Pembahasan
1.
Sejarah Penyakit Filariasis
Pengetahuan mengenai filariasis sudah
ada pada akhir abad ke 19. Pada awalnya ditemukan mikrofilaria dalam cairan
hidrokel Jean-Nicholas Demaequay di Paris tahun 1863 (Saputri, 2007). Filariasis mulai dikenal di Indonesia
tahun 1889 disaat Haga dan Van Eecke menemukan kasus pembesaran scrotum di
daerah Jakarta (Ramadhani, 2007).
2.
Penyebab Penyakit Filariasis
Penyebab dari penyakit filariasis ini
sendiri dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Host
Host dari penyakit filariasis menurut
Masrizal (2013) ada 3 yaitu:
1) Host
Definitif
Host definitif disini adalah manusia
yang mengandung parasit yang menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Dalam
kasus ini biasanya pendatang baru di suatu daerah endemis filariasis lebih
rentan terkena infeksi dari pada penduduk aslinya.
2) Host
Perantara
Host perantara ini lebih sering kita
sebut sebagai vektor. Dalam kasus filariasis ini vektornya yang menularkan
adalah bermacam spesies nyamuk. Biasanya spesies yang ditemukan adalah Mansonia sp., Anopheles sp., Culex sp., dan
Armigeres sp.
3) Host
Reservoir
Cacing tipe Brugia malayi dapat hidup di dalam hewan seperti kucing, kera, dan
lutung yang merupakan sumber infeksi untuk manusia.
b.
Agent
Agent
dari filariasis ini disebabkan oleh berbagai macam cacing filaria. Di Indonesia
ini sendiri ada 3 spesies yang paling sering ditemukan yaitu Brugia malayi, Brugia timori, dan Wuchereria
bancrofti.
c.
Environment
Faktor lingkungan yang menjadi penyebab
terjadinya filariasis dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan dalam rumah dan luar
rumah. Faktor lingkungan dalam rumah adalah keadaan rumah yang lembab dan
pencahayaan kurang. Faktor lingkungan luar rumah adalah daerah rawa, sungai, semak-semak,
serta kandang binatang reservoir (Juriastuti, dkk., 2010).
3.
Gejala penyakit filariasis
Gejala klinis filariasis terdiri dari
gejala klinis akut dan kronis. Gejala akut biasanya berupa limfadenitis, limfangitis,dan adenolimfangitis
yang disertai demam, sakit kepala, lemah, dan terjadi abses. Gejala kronis
biasanya berupa limfedema, lymph scrotum,
kiluri dan hidrokel yang biasanya
disini terlihat berupa pembesaran pada kaki, lengan, payudara, dan alat kelamin
(Anindita dan Mutiara, 2016).
4.
Organ yang Terserang oleh Penyakit Filariasis
Organ yang terserang oleh penyakit
filariasis ini pada awalnya adalah saluran getah bening dan pembuluh darah.
Aktifitas yang dilakukan oleh mikrofilaria yang menyebabkan penimbunan cairan
limfe sehingga pengangkutan bakteri dari
kulit dan jaringan terganggu dan menyebabkan infeksi. Infeksi bakteri berulang
akan mengakibatkan rusaknya sistem limfatik yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk mengalirkan cairan limfe dari kulit dan jaringan ke kelenjar
limfe sehingga terjadi penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis dan peningkatan pembentukan jaringan ikat sehingga terjadi pembengkakan
yang menetap (Masrizal, 2013).
5.
Penularan Penyakit Filariasis
Penularan penyakit filariasis terjadi apabila
ada host, agent, dan environment. Seseorang bisa tertular penyakit filariasis
apabila orang tersebut digigit oleh nyamuk yang mengandung mikrofilaria (larva
L3 atau stadium 3). Kemudian pada periode tertentu seseorang baru bisa
terinfeksi filariasis apabila mikrofilaria tersebut berkembang biak di dalam
darah manusia dalam fase waktu tertentu dan mikrofilaria tersebut berubah
menjadi cacing dewasa dan menyebabkan terjadinya pembengkakan akibat dari
aktifitas cacing tersebut (Masrizal, 2013).
6.
Pencegahan, Penanganan, dan Perawatan
Penyakit Filariasis
a. Individu
Penanganan individu bisa dilakukan
sebelum kita terkena penyakit filariasis dengan cara membiasakan memakai
kelambu saat tidur, menggunakan baju dan celana panjang bila berada di luar
rumah, memakai kasa ventilasi agar terhindar dari nyamuk pembawa mikrofilaria.
Selain itu dengan membersihkan air yang tergenang, sering melakukan pembersihan
di rumah maupun lingkungan sekitar (Uloli, dkk., 2008).
b. Pemerintah
1) Preventif
Pencegahan yang bisa dilakukan oleh
pemerintah sendiri adalah pemberian penyuluhan pada masyarakat,
mengidentifikasi cektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam nyamuk,
pengendalian vektor jangka panjang, dan pengobatan preventif dengan diethulcarbamazine
citrate (DEC) (Masrizal, 2013).
2) Kuratif
Pengobatan yang bisa dilakukan apabila
manusia terkena filariasis adalah dengan menggunakan obat DEC yang bersifat
membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa yang diminum 6mg/kg berat badan
selama 12 hari untuk filaria bancrofti
lalu 5mg/kg berat badan selama 10 hari untuk filaria brugia. Obat lain yang juga bisa mengobati yaitu ivermektin yang mempunyai efek samping
lebih ringan daripada DEC (Masrizal, 2013).
7.
Dampak dan Akibat dari Penyakit
Filariasis
Dampak atau akibat yang disebabkan oleh
filariasis ini sangatlah besar. Penyakit ini bersifat kronis dapat menimbulkan
kecacatan yang menetap seumur hidup berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin. Selain itu dampak psikologis bagi penderita dan keluarga penderita
akan menyebabkan kurangnya kepercayaan diri. Hal ini menyebabkan penderita
filariasis ini tidak dapat berkerja secara optimal dan hidupnya bergantung pada
keluarga, masyarakat, dan negara (Kementrian Kesehatan, 2015).
8.
Presentase Angka Insidensi dan
Prevalensi
a. Insidensi
b.
Prevalensi
C. Mind Mapping
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R., 2014, Analisis faktor risiko kejadian penyakit
filariasis, Unnes Journal Of Public
Health, 3(1): 1-12.
Anindita,
H. dan Mutiara, 2016, Filariasis: pencegahan terkait faktor resiko, Majority Journal, 5(3):11-16.
Juriastuti,
P., Katika, M., Djaja, I.M., dan Susanna, D., 2010, Faktor risiko kejadian
fiariasis di kelurahan jati sampurna, Makara
Kesehatan, 14(1):31-36.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015, InfoDatin Pusat Data dan Informasi, Jakarta.
Landi, S., Satoto, T. B. T., dan Soeyoko, 2011, Filariasis malayi
in pondok village, west umbu ratinggay, central sumba regency, TMJ, 2(2):172-179.
Lobo, L. T.,
Chadijah, S., dan Tasidjawa, Y. N., 2014, Gambaran kadar hemoglobin pada
penderita filariasis di desa polewali, kecamatan bambalamotu, kabupaten mamuju
utara, sulawesi barat, Jurnal Vektor
Penyakit, 8(2):61-66.
Masrizal,
2013, Penyakit filariasis, Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(1):32-38.
Niass, O.,
Pierre, P. S., Niang, M., Diop, F., Diouf, B., Faye, M. M., Sarr, F. D., dkk.,
2017, Modelling dynamic change of malaria
transmission in holoendemic setting (dielmo, senegal) using longitudinal measures of antibody prevalence to plasmodium
falciparum crude schizonts
extract, Malaria Journal, 16(409):1-12.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan
Filariasis.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular.
Ramadhani,
T., 2007, Mengenal parasit filaria, Balaba, 2(1):21-22.
Saputri,
D., 2007, Filariasis limfatik, Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 7(1):49-62.
Sedyaningsih,
E., R. dan Setiawaty, V., 2009, Awal pandemi influenza a(h1n1) 2009: sebuah
tinjauan, Jurnal Penyakit Menular
Indonesia, 1(1), 29-41.
Trihono
dan Gitawati, R., 2009, Hubungan antara penyakit menular dengan kemiskinan di
indonesia, Jurnal Penyakit Menular
Indonesia, 1(1):38-42.
Uloli, R.,
Soeyoko, dan Sumarni, 2008, Analisis faktor-faktor risiko kejadian filariasis,
Berita Kedokteran Masyarakat, 24(1):44-50.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular.
Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Widoyono,
2011, Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya), Erlangga, Jakarta.
Yahya dan
Santoso, 2013, Studi endemisitas filariasis di wilayah kecamatan pemayung,
kabupaten batanghari pasca pengobatan massal tahap iii, Bulan Penelitian Kesehatan, 41(1):18-23.
No comments:
Post a Comment