A.
Klasifikasi
Istilah
1. Landfill :
cara pengumpulan sampah dan pengalihan sampah ke tempat pembuangan akhir dengan
cara ditimbun oleh tanah kembali secara berlapis-lapis
(Zaman, dkk., 2008)
2. Siklus:
putaran waktu yang di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang
berulang-ulang secara tetap dan teratur (KBBI).
3. Biogas:
campuran CH4 (± 60%), CO2 (±38%), dan lainnya N2,
O2, H2 & H2S (±2%) yang berasal dari
kotoran ternak, limbah pertanian, dan sampah limbah organik (Febrianita,
2015).
4. Senyawa
berbahaya: bahan yang karena sifatnya atau konsentrasinya dapat merusak
lingkungan dan makhluk hidup (Utomo, 2012).
5.
Incinerator: alat untuk membakar
sampah secara terkendali melalui pembakaran dengan suhu tinggi (Chandra, 2009).
6.
Sampah medis: sampah yang dihasilkan
dari tempat pelayanan kesehatan seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan
botol bekas obat injeksi, akteter, swab, plester, masker, dan sebagainya
(Chandra, 2005).
7. Senyawa
plastik: benda yang terbuat dari minyak dan gas sebagai sumber alami dan bisadigantikan
oleh bahan-bahan sintesis sehingga dapat diperoleh sifat plastik yang
diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Nurminah, 2002)
8. Sampah
Organik: sampah yang bisa mengalami pelapukan
dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa
sayuran dan dedaunan yang berguguran (Sofian, 2006).
9. Sampah
Anorganik: sampah yang dihasilkan dari bahan non-hayati sintetik atau hasil
proses teknologi pengolahan tambang (Basriyanta, 2007).
10. Pemilahan
sampah: penyortiran sampah agar bisa dikelompokan menjadi sampah organik dan
anorganik atau kelompok lain (Djaja, 2008).
11. Komposting:
proses penguraian suatu bahan organik oleh mikroorganisme pengurai dalam bentuk
jamur dan bakteri yang bisa dilakukan secara aerob dan anaerob (Soeleman,
dan Rahayu, 2013).
12. Daur
Ulang: penggunaan kembali barang yang sudah tidak digunakan menjadi produk lain
yang bertujuan untuk mengurangi sampah terutama anorganik agar bisa menghindari
kerusakan lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem (Furqonita, 2006).
B.
Pembahasan
1. Jenis-Jenis
dan Pengolahan Sampah
Jenis–jenis sampah yang kita ketahui dan
sering disebutkan merupakan:
a. Sampah
Organik, yaitu sampah yang bisa mengalami pelapukan dan terurai menjadi bahan yang
lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa sayuran dan dedaunan yang berguguran (Sofian,
2006).
b. Sampah
Anorganik, yaitu sampah yang dihasilkan dari bahan non-hayati sintetik atau
hasil teknologi pengolahan tambang (Basriyanta, 2007).
Selain itu ada juga yang disebut sampah
medis yaitu sampah yang dihasilkan dari tempat pelayanan
kesehatan seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan botol bekas obat
injeksi, akteter, swab, plester, masker, dan sebagainya (Chandra, 2005).
Limbah medis dibedakan menjadi 2 yaitu limbah infeksius seperti perban,
pembalut berdarah, bahan-bahan organik seperti ketuban, jarum suntik dan
lain-lain, serta limbah non-infeksius seperti kertas, bungkus plastik, dan
bungkus obat (McConnan, 2004).
Dengan
adanya berbagai macam sampah ada beberapa cara untuk mengolahnya menurut
Suryati (2009), yaitu reduce , yaitu proses pengelolaan sampah ini bisa
dilakukan dengan mengurangi penggunaan suatu barang seperti menghindari membeli
barang yang menghasilkan banyak sampah, menggunakan produk yang bisa diisi
ulang, atau mengurangi pemakaian kantong plastik dengan membawa tas sendiri
saat berbelanja; reuse, yaitu proses pengelolaan sampah ini bisa dilakukan
seperti menggunakan lagi barang yang dianggap sampah dari kegiatan pertama namun
sebenarnya bisa berguna untuk kegiatan berikutnya dan bisa memperpanjang umur
pemakaian barang sebelum ke tempat sampah, seperti contoh yaitu menggunakan
kertas bekas untuk membungkus kado atau membuat amplop; dan recycle, yaitu proses
pengelolaan sampah ini bisa dilakukan dengan cara mengubah benda bekas menjadi
benda lain yang layak dipakai dan berguna. Contoh adalah mengubah botol gelas
plastik dan kaleng biskuit menjadi vas bunga. Daur ulang sampah plastik sendiri
menurut Surono dan Ismanto (2016) dapat dibagi menjadi 4 yaitu daur ulang
primer, sekunder, tersier dan kuarter.
Untuk
pengolahan sampah medis, tempat sampah medis diberi plastik warna kuning dengan
logo dan tulisan sampah infeksius atau limbah infeksi dan untuk sampah seperti
jarum suntik bisa ditampung di tempat khusus (safety box). selanjutnya sampah ini diangkut setiap hari dan
dibakar dengan menggunakan incinerator (McConnan, 2004).
2. Penyebab
Terjadinya Penumpukan Sampah
Tumpukan sampah yang ada disekitar
kita ada karena beberapa penyebab seperti, meningkatnya jumlah manusia dan
hewan penghasil sampah; kepedulian masyarakat
yang masih rendah yaitu dengan membuang sampah sembarangan; keengaanan masyarakat membuang sampah pada tempat
yang sudah disediakan; bertambahnya sampah domestik sejalan dengan perkembangan
pembangunan fisik dan pertambahan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai; rendahnya tingkat pengomposan dibandingkan dengan
sampah organik yang ada; dan pengelolaan sampah yang hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah karena kurang memadainya peraturan hukum yang mengatur tentang
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (Mulasari
dan Sulistyawati, 2014; Mahyudin, 2017).
3. Dampak
Yang Timbul Akibat Penumpukan Sampah
Banyaknya sampah yang ada menimbulkan
beberapa dampak seperti, pencemaran logam berat, apabila sampah menumpuk maka
pencemaran logam berat yang bisa meracuni makhluk hidup dan lingkungan di
sekitar lingkungan penumpukan sampah; pencemaran air bersih oleh air bekas
mandi dan air cucian yang menyebabkan air bersih tidak bisa digunakan lagi untuk
kegiatan selanjutnya; menyebabkan bau busuk karena protein yang mengandung
gugus anin; berpotensi menyebabkan penyakit seperti diare, kudis, dan kurap;
dan terjadi eutrofikasi, yaitu
perairan menjadi lebih subur sehingga terjadi ledakan alga dan fitoplankton
yang berebut mendapat cahaya sehingga bagian bawahnya mengalami kematian massal
(Sukrorini dkk., 2014; Hasibuan, 2016).
4. Jenis-Jenis
Pencemaran Air Bersih
Sebelum membahas mengenai
jenis-jenis pencemarannya, ada baiknya kita mengetahui bagaimana kandungan air
bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2017.
Tabel 1. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperlian Higiene Sanitasi
|
|||
No
|
Parameter Wajib
|
Unit
|
Standar Baku Mutu (Kadar Maksimum)
|
1.
|
Kekeruhan
|
NTU
|
25
|
2.
|
Warna
|
NCU
|
50
|
3.
|
Zat padat terlarut (Total
Dissolved Solid)
|
mg/l
|
1000
|
4.
|
Suhu
|
oC
|
Suhu Udara ±3
|
5.
|
Rasa
|
|
Tidak Berasa
|
6.
|
Bau
|
|
Tidak Berbau
|
Dengan adanya kriteria air bersih yang sudah
tertera diatas pencemaran air bersih bisa tercemar oleh beberapa macam zat yang
mengakibatkan air tersebut tidak dapat difungsikan lagi, seperti pencemaran
oleh pupuk pertanian yaitu oleh pestisida dan pupuk penyebab eutrofikasi; pencemaran air tanah dari
tangki septik yaitu dari kotoran manusia akibat sumur yang dangkal terutama
saat musim hujan dan nitrogen dari bahan cucian; pencemaran limbah industri dan
domestik yaitu seperti pembuangan kaleng-kaleng bekas, kontainer bekas, botol
dan gelas plastik yang dibuang sembarangan telah mencemari air yang dari limbah
industri tersebut mengandung Pb, Hg, Zn, dan CO yang dapat terakumulasi dan
bersifat racun; pencemaran oleh residu pestisida yaitu hasil residu dari pestisida
yang mengendalikan hama penyakit yang masuk ke tubuh manusia dan menyebabkan
karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik; dan pencemaran oleh tumpahan minyak
yaitu akibat tumpahnya minyak kapal tanker (Sembel, 2015).
5. Penyebab
Kurangnya Ketersediaan Air Bersih
Kekurangan air bersih sering
menjadi masalah dalam kehidupan, namun perlu kita sadari bahwa ada beberapa
penyebab kurangnya air bersih yang dikarenakan oleh kita sendiri seperti, laju
pertambahan dan perpindahan penduduk ke perkotaan yang cukup tinggi; penggunaan
lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air; pembangunan
gedung-gedung di kota besar banyak yang tidak mematuhi perbandingan lahan
terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke
dalam tanah; pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan aktivitas domestik,
industri, erosi, dan pertanian; dan eksploitasi air tanah yang berlebihan yang
dilakukan oleh gedung besar(Prihatin, 2013).
6. Dampak
Akibat Kurangnya Air Bersih
Masa-masa krisis air di Indonesia
pada zaman sekarang ini tidak bisa dihindari lagi namun dengan adanya krisis
air beberapa masalah sering terjadi seperti, banyaknya peyakit yang bisa
menyerang akibat tidak adanya air bersih seperti kolera, diare, malaria,
disentri, penyakit cacingan, dan lain-lain; naiknya harga air minum dalam
kemasan yang apabila terus menerus terjadi bisa saja menyebabkan hanya
masyarakat menengah ke atas yang bisa membeli air bersih; dan kekurangan bahan
makanan karena petani tidak bisa mengairi sawahnya dengan air bersih dan juga
budidaya ikan tawar tidak dapat berjalan tanpa adanya air bersih (Puspitasari,
2009).
7. Periode
Pengukuran Air Bersih
Dalam pengukuran air bersih
frekuensi pengambilan contoh dapat dilakukan setiap 2 minggu untuk sungai, 8
minggu untuk waduk atau danau, dan 12 minggu untuk air tanah. Cara pengambilan
sampel air yang ingin diukur bisa menggunakan 2 cara yaitu manual dan otomatis.
Cara manual mempunyai keuntungan yaitu mudah diatur waktu dan tempatnya dan
bisa menggunakan berbagai macam alat. Cara otomatis mempunyai keuntungan adalah
dapat dilakukan dengan interval yang tepat secara terus-menerus dan otomatis ke
dalam botol (SNI, 2004). Dalam pengukutan air, kita juga bisa menggunakan alat
bernama water quality kit test yang
berfungsi untuk mengukur zat amoniak, nitrit, pH, DO, klorin, sulfida, ortofosfat,
tembaga, besi, alkanity, hardness, hexavalent chromium, nephelometric turbidity unit, dan sulfate
(Khairuman dan Amri, 2013).
8. Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah Sampah Dan Air Bersih
Menurut Jati (2013)
dalam menanggulangi sampah pemerintah bisa melaksanaknnya dalam bidang
infrastruktur yaitu menyelenggarakan pelayanan infrastruktur yang bersifat public goods seperti menyiapkan regulasi
bagi partisipasi swasta, menetapkan standar pelayanan dan sertifikasi,
memberikan lisensi operator yang diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip yang
optimal dan transparan bagi kepentingan publik dan
investor. Dalam bidang penolahan sampah, pemerintah dapat berperan sebagai
pengatur kebijakan menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan kebersihan dan
penyedia layanan dengan memfasillitasi, mengembangkan dan melaksanakan
pengirangan, penanganan dan pemanfaatan sampah.
Dalam
menanggulangi masalah air bersih di Indonesia pemerintah bisa melakukan
penyediaan air bersih di daerah yang kapasitas airnya sangat sedikit; dan
memfasilitasi masyarakat dengan cara memberikan bimbingan teknis maupun non
teknis agar bisa mengelola sarana prasarana sanitasi air sendiri (Saukani,
2014).
9. Hubungan
Masalah Sampah dan Air Bersih
Apabila membahas mengenai hubungan
masalah sampah dan air bersih bisa dibahas mengenai penumpukan sampah yang
mempengaruhi kehigienisan air. Higiene sanitasi sendiri berarti adalah
upaya kesehatan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya pencemaran. Sampah merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab
pencemaran apabila tidak diolah dengan baik. Hasil penelitian sendiri menyatakan
bahwa di kota besar seperti Semarang ditemukan 34% depot yang tercemar oleh
bakteri, dimana bakteri ini sendiri bisa disebabkan oleh penumpukan sampah yang
mengakibatkan air tercemar oleh bakteri (Suraidi, dkk., 2016).
C.
Mind Mapping
DAFTAR PUSTAKA
Basriyanta,
2007, Memanen Sampah, Penerbut
Kanisius, Yogyakarta.
Chandra, B.,
2005, Pengantar Kesehatan Lingkungan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chandra, B.,
2009, Ilmu Kedokteran Pencegahan dan
Komunitas, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Djaja,
W., 2008, Langkah Jitu Membuat Kompos
dari Kotoran Ternak dan Sampah, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Febriyanita,
W., 2015, Pengembangan biogas dalam rangka pemanfaatan energi terbarukan di
desa jetak kecamata getasan kabupaten semarang, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Furqonita,
D., 2006, Seri Ilmu Pengetahuan Alam
Biologi SMP Kelas VII, Quadra, Jakarta.
Hasibuan,
R., 2016, Analisis dampak limbah/sampah rumah tangga terhadap pencemaran
lingkungan hidup, Jurnal Ilmiah
"Advokasi", 4(1): 42-52.
Jati,
T. K., 2013, Peran pemerintah boyolali dalam pengelolaan sampah lingkungan
pemukiman perkotaan, Jurnal Wilayah dan
Lingkungan, 1 (1): 1-16.
Khairuman,
H. dan Amri, K., 2013, Budidaya Ikan Nila, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Mahyudin,
R. P., 2017, Kajian permasalahan pengelolaan sampah dan dampak lingkungan di
tpa, Jurnal Teknik Lingkungan, 3(1):
66-74.
McConnan,
I., 2004, Proyek Sphere: Piagam
Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, PT Grasindo,
Jakarta.
Muasari,
S. A., dan Sulistyawati, 2014, Keberadaan tps legal dan tps ilegal di kecamatan
godean kabupaten sleman, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9(2):122-130.
Nurminah,
M., 2002, Penelitian Sifat Berbagai Bahan
Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pnegaruhnya Terhadap bahan yang Dikemas,
Universitas Sumatera Utara Digital, Medan.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum.
Prihatin,
R. B., 2013, Problem air bersih di perkotaan, Jurnal Kesejahteraan Sosial, 5(7): 9-12.
Puspitasari,
D.E., 2009, Dampak pencemaran air terhadap kesehatan lingkungan dalam
perspektif hukum lingkungan, Jurnal
Mimbar Hukum, 21(1):23-34.
Puspitasari,
S. dan Mukono, J., 2013, Hubungan
kualitas bakteriologis air sumur dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne
disease di desa tambak sumur, kecamatan waru, kabupaten sidoarjo, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1): 76-82.
Rizal,
M., 2011, Analisis pengelolaan persampahan perkotaan (studi kasus pada
kelurahan boya kecamatan banawa kabupaten donggala), Jurnal Sipil Mesin Arsitektur Elektro, 9(2): 155-172.
Saukani,
2014, Upaya pemerintah desa dalam menyediakan air bersih di desa gunung intan
kecamatan babulu kabupaten penajam paser utara, E-Journal Ilmu Pemerintahan, 2(3): 2967-2979.
Sembel,
D.T., 2015, Toksikologi Lingkungan,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Soeleman,
S., dan Rahayu, D., 2013, Halaman
Organik: Mengubah Taman Rumah Menjadi Taman Sayuran Organik untuk Gaya Hidup
Sehat, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sofian,
2006, Sukses Membuat Kompos dari Sampah,
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Standar
Nasional Indonesia, 2004, Tata Cara
Pengambilan Contoh dalam Rangka Pemantauan Kualitas Air pada Suatu Daerah
Pengaliran Sungai, Badan Standardisasi Nasional.
Sukrorini,
T., Budiastuti, S., Ramelan, A. H., dkk., 2014, Kajian dampak timbunan sampah, Jurnal Ekonomi dan SAINS, 6(3): 56-70.
Suriadi,
Husaini, dan Marliane, L., 2016, Hubungan hygiene sanitasi dengan kualitas
bakteriologis depot air minum (dam) di kabupaten balangan, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 5(1):28-35.
Surono,
U. B. dan Ismanto, 2016, Pengolahan sampah plastik jenis pp, pet, dan pe
menjadi bahan bakar minyak dan karakteristiknya, Jurnal Mekanika dan Sistem Termal, 1(1):32-37.
Suryati,
T., 2009, Bijak dan Cerdas Mengolah
Sampah (Membuat Kompos dari Sampah Rumah Tangga), Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Utomo,
S., 2012, Bahan berbahaya dan beracun (b-3) dan keberadaannya di dalam limbah, Jurnal Konversi, 1(1): 37-46.
Zaman,
B., Syarifudin, dan Pratiwi, D., 2008, Detail engineering tempat pembuangan
akhir (tpa) regional pekalongan, Jurnal
Teknik, 29(3):209-213.