Sunday, September 16, 2018

MASALAH PENGELOLAAN SAMPAH DAN SANITASI AIR MINUM


A.      Klasifikasi Istilah
1.      Landfill : cara pengumpulan sampah dan pengalihan sampah ke tempat pembuangan akhir dengan cara ditimbun oleh tanah kembali secara berlapis-lapis (Zaman, dkk., 2008)
2.      Siklus: putaran waktu yang di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur (KBBI).
3.      Biogas: campuran CH4 (± 60%), CO2 (±38%), dan lainnya N2, O2, H2 & H2S (±2%) yang berasal dari kotoran ternak, limbah pertanian, dan sampah limbah organik (Febrianita, 2015).
4.      Senyawa berbahaya: bahan yang karena sifatnya atau konsentrasinya dapat merusak lingkungan dan makhluk hidup (Utomo, 2012).
5.      Incinerator: alat untuk membakar sampah secara terkendali melalui pembakaran dengan suhu tinggi (Chandra, 2009).
6.      Sampah medis: sampah yang dihasilkan dari tempat pelayanan kesehatan seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan botol bekas obat injeksi, akteter, swab, plester, masker, dan sebagainya (Chandra, 2005).
7.      Senyawa plastik: benda yang terbuat dari minyak dan gas sebagai sumber alami dan bisadigantikan oleh bahan-bahan sintesis sehingga dapat diperoleh sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Nurminah, 2002)
8.      Sampah Organik: sampah yang bisa mengalami pelapukan dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa sayuran dan dedaunan yang berguguran (Sofian, 2006).
9.      Sampah Anorganik: sampah yang dihasilkan dari bahan non-hayati sintetik atau hasil proses teknologi pengolahan tambang (Basriyanta, 2007).
10.  Pemilahan sampah: penyortiran sampah agar bisa dikelompokan menjadi sampah organik dan anorganik atau kelompok lain (Djaja, 2008).
11.  Komposting: proses penguraian suatu bahan organik oleh mikroorganisme pengurai dalam bentuk jamur dan bakteri yang bisa dilakukan secara aerob dan anaerob (Soeleman, dan Rahayu, 2013).
12.  Daur Ulang: penggunaan kembali barang yang sudah tidak digunakan menjadi produk lain yang bertujuan untuk mengurangi sampah terutama anorganik agar bisa menghindari kerusakan lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem (Furqonita, 2006).
B.       Pembahasan
1.      Jenis-Jenis dan Pengolahan Sampah
 Jenis–jenis sampah yang kita ketahui dan sering disebutkan merupakan:
a.       Sampah Organik, yaitu sampah yang bisa mengalami pelapukan dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa sayuran dan dedaunan yang berguguran (Sofian, 2006).
b.      Sampah Anorganik, yaitu sampah yang dihasilkan dari bahan non-hayati sintetik atau hasil teknologi pengolahan tambang (Basriyanta, 2007).
Selain itu ada juga yang disebut sampah medis yaitu sampah yang dihasilkan dari tempat pelayanan kesehatan seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan botol bekas obat injeksi, akteter, swab, plester, masker, dan sebagainya (Chandra, 2005). Limbah medis dibedakan menjadi 2 yaitu limbah infeksius seperti perban, pembalut berdarah, bahan-bahan organik seperti ketuban, jarum suntik dan lain-lain, serta limbah non-infeksius seperti kertas, bungkus plastik, dan bungkus obat (McConnan, 2004).  
Dengan adanya berbagai macam sampah ada beberapa cara untuk mengolahnya menurut Suryati (2009), yaitu reduce , yaitu proses pengelolaan sampah ini bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan suatu barang seperti menghindari membeli barang yang menghasilkan banyak sampah, menggunakan produk yang bisa diisi ulang, atau mengurangi pemakaian kantong plastik dengan membawa tas sendiri saat berbelanja; reuse, yaitu proses pengelolaan sampah ini bisa dilakukan seperti menggunakan lagi barang yang dianggap sampah dari kegiatan pertama namun sebenarnya bisa berguna untuk kegiatan berikutnya dan bisa memperpanjang umur pemakaian barang sebelum ke tempat sampah, seperti contoh yaitu menggunakan kertas bekas untuk membungkus kado atau membuat amplop; dan recycle, yaitu proses pengelolaan sampah ini bisa dilakukan dengan cara mengubah benda bekas menjadi benda lain yang layak dipakai dan berguna. Contoh adalah mengubah botol gelas plastik dan kaleng biskuit menjadi vas bunga. Daur ulang sampah plastik sendiri menurut Surono dan Ismanto (2016) dapat dibagi menjadi 4 yaitu daur ulang primer, sekunder, tersier dan kuarter.
Untuk pengolahan sampah medis, tempat sampah medis diberi plastik warna kuning dengan logo dan tulisan sampah infeksius atau limbah infeksi dan untuk sampah seperti jarum suntik bisa ditampung di tempat khusus (safety box). selanjutnya sampah ini diangkut setiap hari dan dibakar dengan menggunakan incinerator (McConnan, 2004).  
2.      Penyebab Terjadinya Penumpukan Sampah
Tumpukan sampah yang ada disekitar kita ada karena beberapa penyebab seperti, meningkatnya jumlah manusia dan hewan penghasil sampah; kepedulian masyarakat yang masih rendah yaitu dengan membuang sampah sembarangan; keengaanan masyarakat membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan; bertambahnya sampah domestik sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik dan pertambahan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai; rendahnya tingkat pengomposan dibandingkan dengan sampah organik yang ada; dan pengelolaan sampah yang hanya menjadi tanggung jawab pemerintah karena kurang memadainya peraturan hukum yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (Mulasari dan Sulistyawati, 2014; Mahyudin, 2017).
3.      Dampak Yang Timbul Akibat Penumpukan Sampah
Banyaknya sampah yang ada menimbulkan beberapa dampak seperti, pencemaran logam berat, apabila sampah menumpuk maka pencemaran logam berat yang bisa meracuni makhluk hidup dan lingkungan di sekitar lingkungan penumpukan sampah; pencemaran air bersih oleh air bekas mandi dan air cucian yang menyebabkan air bersih tidak bisa digunakan lagi untuk kegiatan selanjutnya; menyebabkan bau busuk karena protein yang mengandung gugus anin; berpotensi menyebabkan penyakit seperti diare, kudis, dan kurap; dan terjadi eutrofikasi, yaitu perairan menjadi lebih subur sehingga terjadi ledakan alga dan fitoplankton yang berebut mendapat cahaya sehingga bagian bawahnya mengalami kematian massal (Sukrorini dkk., 2014; Hasibuan, 2016).
4.      Jenis-Jenis Pencemaran Air Bersih
Sebelum membahas mengenai jenis-jenis pencemarannya, ada baiknya kita mengetahui bagaimana kandungan air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017.
Tabel 1. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Media Air untuk Keperlian Higiene Sanitasi
No
Parameter Wajib
Unit
Standar Baku Mutu (Kadar Maksimum)
1.
Kekeruhan
NTU
25
2.
Warna
NCU
50
3.
Zat padat terlarut (Total Dissolved Solid)
mg/l
1000
4.
Suhu
oC
Suhu Udara ±3
5.
Rasa

Tidak Berasa
6.
Bau

Tidak Berbau
Dengan adanya kriteria air bersih yang sudah tertera diatas pencemaran air bersih bisa tercemar oleh beberapa macam zat yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat difungsikan lagi, seperti pencemaran oleh pupuk pertanian yaitu oleh pestisida dan pupuk penyebab eutrofikasi; pencemaran air tanah dari tangki septik yaitu dari kotoran manusia akibat sumur yang dangkal terutama saat musim hujan dan nitrogen dari bahan cucian; pencemaran limbah industri dan domestik yaitu seperti pembuangan kaleng-kaleng bekas, kontainer bekas, botol dan gelas plastik yang dibuang sembarangan telah mencemari air yang dari limbah industri tersebut mengandung Pb, Hg, Zn, dan CO yang dapat terakumulasi dan bersifat racun; pencemaran oleh residu pestisida yaitu hasil residu dari pestisida yang mengendalikan hama penyakit yang masuk ke tubuh manusia dan menyebabkan karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik; dan pencemaran oleh tumpahan minyak yaitu akibat tumpahnya minyak kapal tanker (Sembel, 2015).
5.      Penyebab Kurangnya Ketersediaan Air Bersih
Kekurangan air bersih sering menjadi masalah dalam kehidupan, namun perlu kita sadari bahwa ada beberapa penyebab kurangnya air bersih yang dikarenakan oleh kita sendiri seperti, laju pertambahan dan perpindahan penduduk ke perkotaan yang cukup tinggi; penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air; pembangunan gedung-gedung di kota besar banyak yang tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah; pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan aktivitas domestik, industri, erosi, dan pertanian; dan eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dilakukan oleh gedung besar(Prihatin, 2013).
6.      Dampak Akibat Kurangnya Air Bersih
Masa-masa krisis air di Indonesia pada zaman sekarang ini tidak bisa dihindari lagi namun dengan adanya krisis air beberapa masalah sering terjadi seperti, banyaknya peyakit yang bisa menyerang akibat tidak adanya air bersih seperti kolera, diare, malaria, disentri, penyakit cacingan, dan lain-lain; naiknya harga air minum dalam kemasan yang apabila terus menerus terjadi bisa saja menyebabkan hanya masyarakat menengah ke atas yang bisa membeli air bersih; dan kekurangan bahan makanan karena petani tidak bisa mengairi sawahnya dengan air bersih dan juga budidaya ikan tawar tidak dapat berjalan tanpa adanya air bersih (Puspitasari, 2009).
7.      Periode Pengukuran Air Bersih
Dalam pengukuran air bersih frekuensi pengambilan contoh dapat dilakukan setiap 2 minggu untuk sungai, 8 minggu untuk waduk atau danau, dan 12 minggu untuk air tanah. Cara pengambilan sampel air yang ingin diukur bisa menggunakan 2 cara yaitu manual dan otomatis. Cara manual mempunyai keuntungan yaitu mudah diatur waktu dan tempatnya dan bisa menggunakan berbagai macam alat. Cara otomatis mempunyai keuntungan adalah dapat dilakukan dengan interval yang tepat secara terus-menerus dan otomatis ke dalam botol (SNI, 2004). Dalam pengukutan air, kita juga bisa menggunakan alat bernama water quality kit test yang berfungsi untuk mengukur zat amoniak, nitrit, pH, DO, klorin, sulfida, ortofosfat, tembaga, besi, alkanity, hardness, hexavalent chromium, nephelometric turbidity unit, dan sulfate (Khairuman dan Amri, 2013).
8.      Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah Sampah Dan Air Bersih
Menurut Jati (2013) dalam menanggulangi sampah pemerintah bisa melaksanaknnya dalam bidang infrastruktur yaitu menyelenggarakan pelayanan infrastruktur yang bersifat public goods seperti menyiapkan regulasi bagi partisipasi swasta, menetapkan standar pelayanan dan sertifikasi, memberikan lisensi operator yang diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip yang optimal dan transparan bagi kepentingan publik dan investor. Dalam bidang penolahan sampah, pemerintah dapat berperan sebagai pengatur kebijakan menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan kebersihan dan penyedia layanan dengan memfasillitasi, mengembangkan dan melaksanakan pengirangan, penanganan dan pemanfaatan sampah.
           Dalam menanggulangi masalah air bersih di Indonesia pemerintah bisa melakukan penyediaan air bersih di daerah yang kapasitas airnya sangat sedikit; dan memfasilitasi masyarakat dengan cara memberikan bimbingan teknis maupun non teknis agar bisa mengelola sarana prasarana sanitasi air sendiri (Saukani, 2014).
9.      Hubungan Masalah Sampah dan Air Bersih
Apabila membahas mengenai hubungan masalah sampah dan air bersih bisa dibahas mengenai penumpukan sampah yang mempengaruhi kehigienisan air. Higiene sanitasi sendiri berarti adalah upaya kesehatan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran. Sampah merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab pencemaran apabila tidak diolah dengan baik. Hasil penelitian sendiri menyatakan bahwa di kota besar seperti Semarang ditemukan 34% depot yang tercemar oleh bakteri, dimana bakteri ini sendiri bisa disebabkan oleh penumpukan sampah yang mengakibatkan air tercemar oleh bakteri (Suraidi, dkk., 2016).
C.      Mind Mapping




DAFTAR PUSTAKA

Basriyanta, 2007, Memanen Sampah, Penerbut Kanisius, Yogyakarta.
Chandra, B., 2005, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chandra, B., 2009, Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Djaja, W., 2008, Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Febriyanita, W., 2015, Pengembangan biogas dalam rangka pemanfaatan energi terbarukan di desa jetak kecamata getasan kabupaten semarang, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Furqonita, D., 2006, Seri Ilmu Pengetahuan Alam Biologi SMP Kelas VII, Quadra, Jakarta.
Hasibuan, R., 2016, Analisis dampak limbah/sampah rumah tangga terhadap pencemaran lingkungan hidup, Jurnal Ilmiah "Advokasi", 4(1): 42-52.
Jati, T. K., 2013, Peran pemerintah boyolali dalam pengelolaan sampah lingkungan pemukiman perkotaan, Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 1 (1): 1-16.
Khairuman, H. dan Amri, K., 2013, Budidaya Ikan Nila, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Mahyudin, R. P., 2017, Kajian permasalahan pengelolaan sampah dan dampak lingkungan di tpa, Jurnal Teknik Lingkungan, 3(1): 66-74.
McConnan, I., 2004, Proyek Sphere: Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, PT Grasindo, Jakarta.
Muasari, S. A., dan Sulistyawati, 2014, Keberadaan tps legal dan tps ilegal di kecamatan godean kabupaten sleman, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2):122-130.
Nurminah, M., 2002, Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pnegaruhnya Terhadap bahan yang Dikemas, Universitas Sumatera Utara Digital, Medan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum.
Prihatin, R. B., 2013, Problem air bersih di perkotaan, Jurnal Kesejahteraan Sosial, 5(7): 9-12.
Puspitasari, D.E., 2009, Dampak pencemaran air terhadap kesehatan lingkungan dalam perspektif hukum lingkungan, Jurnal Mimbar Hukum, 21(1):23-34.
Puspitasari, S. dan Mukono, J., 2013, Hubungan kualitas bakteriologis air sumur dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease di desa tambak sumur, kecamatan waru, kabupaten sidoarjo, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1): 76-82.
Rizal, M., 2011, Analisis pengelolaan persampahan perkotaan (studi kasus pada kelurahan boya kecamatan banawa kabupaten donggala), Jurnal Sipil Mesin Arsitektur Elektro, 9(2): 155-172.
Saukani, 2014, Upaya pemerintah desa dalam menyediakan air bersih di desa gunung intan kecamatan babulu kabupaten penajam paser utara, E-Journal Ilmu Pemerintahan, 2(3): 2967-2979.
Sembel, D.T., 2015, Toksikologi Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Soeleman, S., dan Rahayu, D., 2013, Halaman Organik: Mengubah Taman Rumah Menjadi Taman Sayuran Organik untuk Gaya Hidup Sehat, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sofian, 2006, Sukses Membuat Kompos dari Sampah, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2004, Tata Cara Pengambilan Contoh dalam Rangka Pemantauan Kualitas Air pada Suatu Daerah Pengaliran Sungai, Badan Standardisasi Nasional.
Sukrorini, T., Budiastuti, S., Ramelan, A. H., dkk., 2014, Kajian dampak timbunan sampah, Jurnal Ekonomi dan SAINS, 6(3): 56-70.
Suriadi, Husaini, dan Marliane, L., 2016, Hubungan hygiene sanitasi dengan kualitas bakteriologis depot air minum (dam) di kabupaten balangan, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 5(1):28-35.
Surono, U. B. dan Ismanto, 2016, Pengolahan sampah plastik jenis pp, pet, dan pe menjadi bahan bakar minyak dan karakteristiknya, Jurnal Mekanika dan Sistem Termal, 1(1):32-37.
Suryati, T., 2009, Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah (Membuat Kompos dari Sampah Rumah Tangga), Agromedia Pustaka, Jakarta.
Utomo, S., 2012, Bahan berbahaya dan beracun (b-3) dan keberadaannya di dalam limbah, Jurnal Konversi, 1(1): 37-46.
Zaman, B., Syarifudin, dan Pratiwi, D., 2008, Detail engineering tempat pembuangan akhir (tpa) regional pekalongan, Jurnal Teknik, 29(3):209-213.

Health Management

Health Management 1.       Kewajiban-kewajiban pemerintah dalam Undang-Undang Kesehatan Pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor ...